Komunitas Lereng Medini, Membangun Asa Lewat Sastra
Sastra tidak hanya sekadar kumpulan kata-kata indah yang terikat dalam buku-buku. Selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, sastra juga mencerminkan budaya dan masyarakat di mana itu dihasilkan. Melalui sastra, kita dapat memahami sejarah, nilai-nilai, dan pandangan dunia suatu masyarakat.
Berbicara mengenai sastra, pasti tidak jauh dari literasi. Literasi tidak hanya tentang kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga tentang kebiasaan. Membaca secara teratur adalah bagian penting dari literasi. Kebiasaan membaca membuka jendela ke dunia pengetahuan yang tak terbatas. Dengan membaca, kita dapat terus belajar dan berkembang sepanjang hidup.
Dalam dunia yang semakin terhubung dan berubah dengan cepat, pemahaman tentang sastra dan literasi sangat penting. Sastra memberikan wawasan tentang budaya dan masyarakat, sementara literasi memungkinkan kita untuk berpartisipasi secara aktif dalam dunia ini. Keduanya saling melengkapi dan membantu kita meraih kesuksesan dalam kehidupan.
Indonesia, sebagai negara dengan beragam budaya dan tradisi, memiliki tantangan tersendiri dalam meningkatkan tingkat literasi di seluruh wilayahnya. Meskipun ada kemajuan dalam hal literasi di beberapa kota besar, banyak daerah di Indonesia masih menghadapi masalah serius dalam hal tingkat literasinya.
Masalah minimnya tingkat literasi di banyak daerah Indonesia adalah tantangan serius yang membutuhkan perhatian dan upaya bersama. Bukan hanya pemerintah, diperlukan banyak campur tangan semua pihak untuk terus memajukan literasi di negara kita.
Komunitas Lereng Medini, Membangun Asa Lewat Sastra
Pada tahun 2006, Heri mendirikan perpustakaan kecil yang diberi nama Pondok Maos untuk memperkenalkan bahasa dan sastra kepada warga desa dan sekitarnya. Tidak sendirian, Heri dibantu oleh sahabatnya yang bernama Sigit. Sigit merupakan pria asli Boja yang merantau dan telah berkeluarga di Swiss.
Sigit bahkan menyediakan rumahnya menjadi pondok bacaan dan padepokan sastra. Awalmya perpustakaan dan taman bacaan tersebut hanya memiliki buku-buku pribadi Heri dan Sigit. Tidak disangka, rspon warga sekitar sangat baik dan perharinya ada puluhan orang yang menyambangi taman bacaan tersebut.
Tak cepat merasa puas, kedua sahabat tersebut mulai melakukan onovasi dan kreasi. Salah satunya adalah melakukan kegiatan sastra sepeda. Sastra sepeda merupakan kegiatan memperkenalkan karya sastra dengan bersepeda keliling kampung.
Sejak itu, semakin banyak pihak yang peduli hingga memberikan banyak bantuan buku. awalnya hanya memiliki 100 judul buku, namun kini koleksi mereka mencapai 3.000 judul buku.
Pada tahun 2008, Taman Bacaan tersebut akhirnya berubah nama menjadi Komunitas Lereng Medini. Tidak hanya menjadi taman bacaan dan perpustakaan gratis, KLM menjadi komunitas pecinta dan penikmat sastra.
Beragam acara seputra sastra pun diadakan, mulai dari bedah karya sastra, musikalisasi puisi, klub baca, kegiatan jemuran puisi, hingga wakul pustaka.
KLM juga mengadakan acara Kemah Sastra. Acara kemah sastra diikuti oleh banyak pelajar dan mahasiswa. Serta diisi oleh sejumlah maestro sastra seperti sastrawan Eka Kurniawan, F Rahardi, Martin Aleida dan Bandung Mawardi.
Triyanti Triwikromo, sastrawan asal Semarang bahkan memuji Komunitas Lereng Medini sebagai aktivitas literasi yang luar biasa.
Bersama dengan Komunitas Lereng Medini, Heri bahkan suskes meraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2011 pada kategori pendidikan. Nggak hanya itu aja, KLM juga berhasil meraih penghargaan Pasidatama untuk kategori pegiat bahasa dan sastra di tahun 2014 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Kisah Heri Chandra Santoso dam Komunitas Lereng Medini sangat menginspirasi bukan? Tangan-tangan "kecil" mereka, ternyata berdampak cukup besar untuk meningkatkan literasi dan kecintaan sastra masyarakat sekitar. Ayo semuanya #KitaSATUIndonesia #SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia teruslah menebar kebaikan dan inspirasi yaaaa!
Wah keren banget nih, memang menanamkan literasi itu harus dimuali sejak dini
BalasHapus