Cara Mengatasi Mommy Burnout
Nggak terasa udah 12 tahun lebih jadi seorang Ibu. Masih inget banget rasanya pertama kali jadi Ibu di umur 19 tahun. Iyak, umur yang bisa dibilang muda banget untuk jadi seorang ibu yah? :')
Saat itu rasanya bener-bener clueless, karena jadi orangtua emang nggak ada sekolahnya. Jadinya apa apa aja yang aku lakukan sebagai ibu baru, mostly bersumber dari arahan dan pengalaman mama serta ibu mertua.
Awalnya, pengen-pengennya sih jadi orangtua yang sermpurna dengan perfect parenting kepada anak. Tapi semakin lama aku semakin menyadari bahwa nggak ada satupun orangtua yang sempurna. Begitu juga teori parenting yang tersebar luas di internet. Teori dan prakteknya kadang bisa berbeda jauuuuuhhhh banget. :')
Dua belas tahun menjalani peran sebagai Ibu, akhirnya aku menyadari bahwa tekanan menjadi orangtua yang sempurna justru cenderung membuat aku kelelahan. Jadi ibu biasa aja udah berasa melelahkan, apalagi jadi ibu yang sempurna. Ujung-ujungnya berasa gagal, capek, stress dan kemudian berujung burnout. Nah saat sudah dalam kondisi burnout, kadang berperan jadi ibu biasa aja cenderung jauuuuhhhhh lebih sulit.
Btw mommies tau ngga sih apa itu burnout? Yuk baca terus artikel ini untuk mengetahui pengertian burnout dan bagaimana cara mengatasinya, ya!
Burnout adalah saat dimana seseorang merasa kelelahan secara mental, fisik dan emosional. Seorang ibu juga bisa loh ternyata mengalami burnout. Kondisi yang bisa disebut juga dengan mommy burnout ini tentunya memiliki pengaruh besar dalam kegiatan pengasuhan yang biasanya dilakukan seorang ibu sehari-hari.
Kebetulan banget nih, minggu lalu tepatnya di Hari Ibu, aku mengikuti webinar parenting yang diselenggarakan oleh Hansaplast dan Tentang Anak. Webinar ini khusus diselenggarakan untuk meningkatkan kepekaan para Ibu tentang mommy burnout dan bagaimana langkah untuh mengatasinya.
Webinar yang di pandu oleh Mom Conchita Caroline ini, dihadiri juga oleh dua expert dalam bidangnya yaitu Psikolog Grace Eugenia Sameve, M.A, M.Psi dan dokter spesialis anak dr. Mesty Ariotedjo, Sp. A yang juga merupakan mom influencer serta founder @tentanganakofficial.
Nah, penasaran nggak sih tentang apa aja yang menyebabkan terjadinya mommy burnout? Yuk simak pemaparan dari Psikolog Grace Eugenia Sameve, M.A, M.Psi di bawah ini!
Apa yang Harus Diketahui Tentang Mommy Burnout
Tanda-tanda Burnout
Jadi ibu itu kadang terasa seperti pekerjaan 24 jam tanpa henti, tanpa bayaran tanpa jenjang karir :') jadi normal banget di tengah banyakanya pekerjaan rumah tangga ditambah harus mengasuh anak, seorang ibu merasa stress dan kelelahan. Stress dan kelelahan yang dirasakan secara konstan dan terus menerus tersebut kemudian berpotensi untuk menjadi burnout.
Ada beberapa tanda-tanda burnout, diantaranya perasaan lelah berkepanjangan menjalani peran sebagai orangtua, perbedaan kondisi orangtua saat ini dan sebelumnya, munculnya rasa 'muak' menjadi orangtua dan menjaga jarak secara emosional dengan anak.
Jadi mommies harus waspada saat sudah benar-benar merasa lelah. Lelah disini terasa sampai walaupun udah tidur lama pun, saat bangun pikiran dan badan masih terasa sangat lelah. Kemudian cenderung menyalahkan diri sendiri atas kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam pengasuhan anak.
Selanjutnya, karena kelelahan tersebut, mommies jadi melakukan usaha yang minimal dalam mengasuh anak dan melakukan kegiatan sehari-hari. Jadi mendadak muncul perasaan bahwa ngasuh anak tuh ya emang cuma kewajiban aja. Sehingga mommies menjadi lebih sensitif dan mudah marah. Saat itu mungkin mommies udah berada dalam kondisi burnout tanpa disadari.
Penyebab Burnout
Lalu apakah penyebab burnout? Penyebab utama burnout adalah saat sumber stress lebih banyak namun sumber daya minim. Beberapa faktor risiko penyebab burnout diantaranya terjadinya banyak perubahan yang menuntut proses penyesuaian, semakin tingginya tuntutan pengasuhan, tingginya penilaan terhadap diri atau situasi yang dihadapi, muculnya perfeksionisme yang dipengaruhi oleh self oriented perfectionism (SOP) dan socially prescribed perfectionism (SPP) dan adanya keterbatasan support sistem disekitar ibu.
Pesan untuk orang-orang disekitar Ibu
Balik lagi ke quotes "It takes village to raise a child", jadi mesti selalu diingat-ingat bahwa nggak cuma ibu aja nih yang punya kewajiban dalam membesarkan dan mengasuh anak. Tapi orang-orang di sekitarnya juga harus turut serta turun tangan dalam pengasuhan si anak.
Pak Suami tentunya jadi orang pertama yang wajib untuk membantu ibu dalam mengurus dan mengasuh anak. Eh ternyata 57% suami millenial nih sadar banget loh tentang pentingnya mengasuh anak. Tapi para suami milenial merasa agak clueless nih tentang apa sih yang harus dilakukan untuk membantu meringankan tugas ibu.
Nah baiklah pakbapak, ada beberapa hal nih yang harus diperhatikan saat campur tangan langsung membantu ibu dalam pengasuhan anak anak. Pertama pastikan hadir secara penuh dan tingkatkan perhatian. Saat meningkatkan perhatian, pastinya jadi bisa ngeliat tanda-tanda saat ibu sedang lelah dan membutuhkan bantuan.
Selanjutnya tunjukkan inisiatif menawarkan bantuan. Abis liat ibu keswulitan, langsung aja turun tangan untuk membantu ya Pak. Kemudian bangun komunikasi rutin dua arah dan cobalah untuk lebih bijak dalam berbicara. Nah nggak jarang pak suami suka rada keserimpet lidah dan milih kata-kata sensitif yang tanpa disadari mungkin bisa menyakiti hati ibu.
Kemudian tetapkan prioritas serta tetap jaga kondisi kesehatan fisik dan mental. Karena Pakbapak harus sehat supaya bisa terus menjaga keluarganya dengan baik.
Nah selain suami, keluarga dan teman dekat juga merupakan suppor sistem terdekat untk Ibu. Ada beberapa hal nih yang bisa dilakukan oleh keluarga dan teman dekat untuk membantu ibu. Pertama sampaikan keinginan kita untuk membantu, tapi jangan memaksa ya. Sampaikan keinginan kita dengan tulus, namun perhatikan juga apakah sang ibu berkenan untuk dibantu. Kemudian mulailah berinisiatif menunjukkan dukungan-dukungan kecil yang praktis. Terakhir, jangan lupa juga untuk lebih bijak dalam berbicara.
Selanjutnya, ada beberapa hal juga nih yang bisa dilakukan sang ibu untuk mencegah terjadinya burnout. Pertama, tingkatkan kepekaan diri. Pastikan ibu mengetahui sampai dimana sih kemampuan kita, udah capek belum, butuh istirahat dulu atau nggak?
Kemudian, cobalah untuk berorientasi pada solusi. Cari tahu apa saja yang kita butuhkan, dan bagaimana cara kita mendapatkan kebutuhan tersebut. Ketiga, belajar meminta dan menerima bantuan. Nggak perlu merasa nggak enakan ya Bu. Karena pada dasarnya seorang ibu juga merupakan manusia biasa. Jadi mulailah untuk mencoba meminta dan menerima bantuan.
Terakhir, lets find wonders in small thing. Cobalah untuk menemukan kebahagiaan pada hal-hal kecil.
Pertolongan Pertama Untuk Ibu
Hansaplast sebagai brand terpercaya dalam pertolongan pertama mengadakan webinar ini dalam rangka hari ibu untuk meningkatkan awareness pentingnya pertolongan pertama pada ibu. Nggak cuma untuk luka yang terlihat aja nih, tapi juga untuk luka yang nggak terlihat seperti stress berujung burnout ini.
Alanna Alia Hannatyas sebagai Senior Brand manager Hansaplast mengatakan bahwa salah satu bagian dari masalah mommy burnout adalah karena pola pikir ibu yang mengatakan bahwa seorang ibu harus bisa melakukan segala sesuatunya sendirian.
Oleh karena itu, melalui kampanya #SepenuhnyaUntukIbu Hansaplast ingin mengajak para suami dan support system ibu seperti keluarga dan teman untuk membantu ibu melewati masa sulit. Suami merupakan pilar pemulihan kekuatan sosok ibu sebagai pelindung keluarga.
Nah salah satu contoh daily acts of care yang bisa dilakukan Pak Suami adalah mengambil tanggung jawab memastikan ketersediaan kelengkapan kotak pertolongan pertama di rumah. Apalagi untuk keluarga yang memiliki anak-anak kecil, luka bisa terjadi dimanapun dan kapanpun.
Oleh karena itu kotak P3K karus terus dicek secara berkala. Jangan lupa mengisi kotak P3K tersebut dengan produk perawatan luka yang bisa membantu pemulihan seperti Hansaplast Salep Luka dan Hansaplast Plester Bekas Luka.
Sebagai mommy di masa sekarang yang dituntut bisa segala hal memang sering mengalami berbagai tekanan dan masalah. Apalagi emosi selama hamil dan setelahnya belum sepenuhnya stabil, tidak menutup kemungkinan terjadinya burnout. Terima kasih informasi dan tipsnya!
BalasHapus